Di balik tubuhnya yang besar, di balik rambut-rambut tebal di atas bibirnya. Dia adalah laki-laki paling sabar, yang pernah ku kenal. Bayangkan saja, dia mengantarku ke kampus. Lalu menungguku hingga urusanku selesai. dari matahri masih malu menampakkan diri, sampai dia sudah tergelincir ke barat. Ah, aku merasa begitu berharga.
Tapi entah kenapa, aku memoleskan garis dengan tinta kelabu. Aku merasa ini adalah lingkaranku sendiri, aku berhak member warna apapun, dan dia dengan sabar akan menerima semua warnaku. Awalnya memang begitu. Dia masih saja member warna pelangi.
Lalu ku paksa warna-warna gelap itu muncul darinya. Entah aku memang sengaja, atau aku membiarkan warna itu berhamburan keluar. Awalnya kelabu, lalu menghitam, lalu sekarang warna-warna itu berubah menghitam. Pekat sekali. Aku bingung kenapa sepekat itu. Aku pun memaksa diriku mengeluarkan semua tinta gelap yang aku punya. Tapi dia mempunyai warna yang lebih gelap. Berkali-kali dia menghentikan tanganku agar aku tidak lagi menorehkan tinta, sama sekali. Aku menolak, aku memberontak. Ku lawan tinta gelap itu dengan pelangi yang ku miliki. Tapi bukan warna pelangi yang dia lihat. Dilihatnya hanya titik-titik tanpa warna.
Lalu ku biarkan kamu begitu. Ku siramkan warna pelangi indahku, meski tak kau lihat.
good :)
ReplyDelete